Ruang Temu

Setelah bertahun-tahun akhirnya mereka bertemu kembali. Pertemuan yang selalu di nanti akhirnya datang pada hari ulang tahunnya ke-26. Rindu yang memiliki voltase tinggi menciptakan ledakan haru dan sesak secara bersamaan. Auli, sahabat kecilnya yang memiliki senyum seperti kelinci selalu memiliki ruang tersendiri di hatinya. Seribu malam berjalan memisahkan mereka dan hidup mengejar dunia yang diimpikan. Namun, rindu selalu hadir tanpa terucap dan harap. Mereka terlalu jauh terpisah tanpa sempat melihat rencana-rencana yang di bangun. 

Kehadiran Auli menjadi kado tahun ini. Kalau diingat dan membalik lembar bertahun yang lalu, mereka tidak pernah merayakan hari kelahiran bersama karena laut memisahkan tapak kaki mereka. Namun pesan suara tidak pernah absen di setiap hari penting. 

Dia datang menyapa kurcaci yang kini telah tumbuh menjadi wanita dewasa. Tentu saja banyak hal yang berubah, bukan hanya sekedar fisik, namun semua aspek kehidupannya pun telah berubah. Namun, tidak satupun dari Auli yang berubah, tidak satupun. 

"kenapa baru sekarang, Li?" pertanyaan yang pertama terlontar. Rindu dan terlalu rindu atas kehilangan bertahun, menuntut jawaban walaupun dalam hati ia paham apa yang terjadi. 

"maaf ya, aku baru bisa menjengukmu sekarang" katanya sambil melengkungkan sabit di bibir. Senyum itu masih sama seperti bertahun-tahun yang lalu. Ya Tuhan, dia benar-benar Auli-nya, perancang mimpi yang paling dikagumi ada di sini, di hadapannya.

Kebiasaan-kebiasaan mengacak rambut masih dilakukannya tapi tentu saja diprotes "yaa! aku tidak lagi kepang dua berponi. Aku wanita dewasa sekarang!" katanya. 

"ya, kamu wanita dewasa sekarang tapi bagiku tetap saja anak kecil. Bagaimana bisa usiamu bertambah tapi tidak dengan tinggimu?" tanyanya dengan tawa. Lagi dan lagi suara tawa yang sama tanpa ada yang berubah. 

"Heh, setelah bertahun baru bertemu, yang ingin kamu bahas hanya tinggiku? ga punya hati kamu Li" protes teman kecilnya itu. 

"haha, ok ganti topik ya. Klasik, tapi tentu yang utama bagaimana kabarmu?" tanyanya. 

"Seperti inilah seperti yang kamu lihat. Aku sehat dan masih hidup" lalu hening sesaat. Ada ruang dan menit yang terluang mencipta jarak dan kata-kata terjebak dalam kepala.

"Auli, jika kamu minta aku menukar hari yang telah berlalu untuk kembali kehari-hari itu, aku bersedia. Kamu ga rindu indomie kaldu ayam dengan telur buatan aku? kamu ingat ga kita pernah kabur dari kak Dimas ke atas genteng? bulan dengan bintang malam itu kompak banget nerangin malam, terus..." kata-kata terpotong ketika tangan dingin Auli menyentuh lengannya. 

"Aku ingat, sangat ingat semuanya. Sampai hari saat aku pergi aku masih ingat, bahkan semua permintaan kamu aku masih ingat dengan jelas. Dari semua yang aku janjikan, aku hanya melanggar satu janji dan tidak bisa menepatinya. Maaf ya? mmm?"

Tentu saja dia tahu janji mana yang di langgar. Tiada jawaban, hanya tangis yang akhirnya pecah. Malam itu tangis itu lepas dalam dekap seseorang yang teramat ia rindukan. Sesungguhnya dia paham, mereka paham atas keterbatasan dan kenyataan semesta. Mereka memang jarang bertemu, hanya saat-saat yang ditentukan untuk melaksanakan hari-hari penuh rencana gila. Mereka terbiasa akan perpisahan, tapi bukan perpisahan seperti ini yang diharapkan. 

"Selamat bertambah usia. Aku tahu dunia telah merubah hari dan hatimu menjadi kuat. Untuk itu aku percaya kamu bisa. Jangan nangis lagi ya?" katanya.

Auli mengambil nafas dalam menatap wajah sembap di hadapannya "Karena kamu kuat, kamu bisa tumbuh menjadi wanita dewasa yang tidak pernah aku bayangkan dahulu. Jadi, walaupun aku akan jarang menemuimu, meskipun seribu malam, tolong jangan menangis. Aku mau saat kita bertemu hanya senyum yang hadir. Bisakan? hmm?" tanyanya lagi.

Gadis itu hanya menarik lengan Auli menahan sesak yang ingin diluapkan kembali. Dekapan itu terasa hangat namun sangat asing. Mungkin karena hatinya yang terlalu sakit dan menolak kenyataan. Auli masih menunggu jawaban yang akhirnya dijawab dengan anggukan. 

"Sekali lagi, selamat ulang tahun " 

Dua kelopak mata terbuka disambut siluet pagi. Beberapa bulir air mata menjadi pembuka usia baru. Mimpi adalah satu-satunya ruang temu. Untuk itu jika dia harus menukar 1000 malamnya untuk bertemu, tentu akan dilakukannya. Semua yang terjadi menjadi kado yang ia syukuri meskipun beberapa hal tidak menjadi subjek rencana besar, tapi ia percaya semua akan baik-baik saja. Auli telah pergi disaat putih abu-abu masih dikenakan. Setelah kepergiannya, hanya beberapa kali saja ia datang dalam bunga tidurnya. Meski seribu tahun berlalu, dia tetap akan dirindukan. Selamat beristirahat Auli :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Liberal

Student Exchange to SIAS International University