Love Yourself?


“Sudahkah aku mencintai diriku sendiri?”
Pertanyaan ini selalu kutanya pada diriku sendiri. Terkadang aku sangat mencintainya tapi terkadang aku membenci diriku sendiri atas semua kekurangan yang ada. Tidak jarang pula aku merubah diriku untuk menutupi semua kekurangan yang ada atau hanya untuk dicintai aku berubah hingga lupa “siapa aku ini?’

Lebih menyebalkan lagi, ketika pikiran ini kusut akan keinginan-keinginan orang lain padahal kita tahu ini bukan jalan bahagia yang kita inginkan, dan sialnya kita terjebak lalu berusaha memenuhi ekspektasi mereka. 

Aku masih belajar untuk mencintai diriku sendiri dan semuanya di mulai dari hal-hal kecil; mengapresiasi diri sendiri. 
Hal terpenting yang ku sadari baru-baru ini adalah berterima kasih pada diri sendiri ketika aku mampu tersenyum kala menghadapi masalah dan memberi pujian “kamu melakukannya dengan sangat baik” ataupun jika hasilnya masih kurang maksimal, cara ampuh dengan berkata “sudah wi, kamu sudah melakukan yang terbaik” sambil menepuk pundak atau mengusap kepala sendiri, walaupun terkadang insecure selalu menjadi momok yang enggan pergi seutuhnya.

Aku mulai berhenti menjadi boneka banyak orang.
Ya, aku sedang melakukannya.

Manusia punya hak untuk merasa tidak pantas, tapi banyak pula yang kupelajari bahwa mencintai diri sendiri dan menjadi bahagia adalah hak mutlak untuk setiap orang, tanpa terkecuali.

Aku jadi mengerti kenapa campaign “love yourself” semakin banyak karena setiap jiwa yang ada butuh kesehatan mental dari cara mencintai diri sendiri tanpa perlu merubah siapa dirimu hanya untuk dicintai orang lain.

Tidak menjadi diri sendiri, tidak percaya diri dan selalu meremehkan apa yang telah kita usahakan itu sungguh menyebalkan bukan?
Ya, aku sangat paham hal ini.

Ada masa ketika aku berada pada titik terendah, tidak percaya pada siapapun dan tidak pula pada diri sendiri. Seperti tersungkur pada kubangan lumpur, malu untuk bangkit dan marah pada diri sendiri yang terjatuh. Saat itu tidak banyak yang kulakukan selain meratapi, mencaci keadaan hingga tak terhitung berapa banyak bulir air mata yang jatuh. Hingga akhirnya, kata-kata itu terngiang “kamu terlalu memeluk sedihmu dan lupa ada aku yang harus kau bangkitkan untuk bahagia” 
dan saat itu juga aku tahu, diriku sedang berbisik padaku.

Percayalah, yang tersulit bukan mencintai orang lain, tapi mencintai diri sendiri itulah yang jauh lebih berat. Jangan menyerah karena aku, kamu, dan kita semua berhak bahagia.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ruang Temu

Liberal

Student Exchange to SIAS International University